Kamis, 21 Agustus 2008

17 Agustus dan Nasionalisme

BARU -baru tadi usai bertandang ke rumah salah seorang teman di Kota Banjarbaru, iseng-iseng saya singgah ke kediaman Wakil Pemimpin Umum Barito Post, H Gt Perbatasari Rahmatillah, yang kebetulan berada di kota berjuluk kota Idaman tersebut.
Saat duduk di ruang tamu mentor saya di dunia jurnalistik yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh pers di Kalsel itu, mata saya menatap poster besar yang terpajang di dinding.
Pada poster itu nampak gambar mantan Presiden RI pertama sekaligus Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) (alm) Ir Soekarno (Bung Karno) dan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) (alm) John Fitzgerald Kennedy (JFK)
Sekilas memang tak ada yang istimewa dari poster berwarna hitam putih tersebut kecuali dua mantan presiden dunia berfoto berdampingan
Namun jika kita lebih serius menyimak dan meresapi, betapa gagah serta berwibawanya salah satu founding father republik ini dengan tongkat komandonya saat berada disamping presiden negara yang dikenal sebagai negara super power, adi daya plus ‘polisi’ dunia itu.
Ya Soekarno yang dikenal dengan ideologi pembangunan ‘berdiri di atas kaki sendiri’.yang dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid.” Persetan dengan bantuanmu.
Apabila kita berkaca pada sejarah, proklamasi bangsa ini terjadi karena pemuda yang bersihkukuh dengan segala idealismenya untuk segera mengikrarkannya sehingga segara lepas dari belenggu penjajah. Mereka antara lain Soekarno –Hatta, Sutan Sjahrir, Wikana, Kuncoro, B Diah, Tri Murti, Chaerul Saleh dll .
Dalam bukunya, Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistence, 1944-1946, terbitan Cornell University Press, 1972, maupun dari edisi bahasa Indonesianya, Revolusi Pemuda terbitan Sinar Harapan, 1988, Ben Anderson menguraikan bahwa "organisasi-organisasi pemuda yang terbentuk di masa pendudukan adalah hasil dari situasi krisis. Lembaga itu bukanlah sebuah jejak untuk menapaki karier atau bagian dari proses siklus kehidupan. Organisasi-organisasi itu diciptakan bagi satu momen sejarah ke depan, yaitu sejarah terbentuknya sebuah bangsa".
Pengalaman mereka di dalam organisasi-organisasi tersebut memungkinkan para pemuda membangun rasa solidaritas, rasa persaudaraan, serta kekuatan massa di antara mereka sendiri yang dalam kenyataannya berasal dari berbagai daerah, kelompok budaya, agama, maupun kelas sosial.
Lantas, bagaimana dengan nasionalisme pemuda era globalisasi yang seharusnya dimanfaatkan untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di segala bidang?
Zaman baheula jelas berbeda dengan zaman sekarang. Di era perjuangan fisik dulu, kaum muda masih mempunyai figur seperti pemuda Hatta, Soekarno, Sjahrir, Bung Tomo, Tan Malaka, dan sebagainya. Namun, saat ini mereka sudah tidak ada.
Susahnya spirit perjuangan mereka juga hampir tidak membekas pada pemuda kita secara keseluruhan. Nama-nama pahlawan hanya disebut setiap 17 Agustus, buku-buku biografi tentang mereka juga kalah bersaing dengan tayangan-tayangan infotainment di televisi.
Harus diakui masuknya budaya asing lengkap dengan segala”hipnotis” hedonismenya sepertinya membuat sebagian kaum muda seperti kehilangan identitasnya sebagai generasi penerus bangsa.
Tidak semua memang, karena masih banyak pemuda-pemuda Indonesia yang memiliki semangat nasionalisme tinggi. Seperti anggota Paskibraka, atlit-atlit, para seniman, pelajar peserta olmpiade matematika yang membawa nama harum bangsa dll.
Sekarang saatnya mari kita bersama-sama bergandengan tangan memupuk semangat nasionalisme demi kejayaan Indonesia Raya…Indonesia Raya Merdeka…Merdeka, Tanahku Negeri Ku Yang Kucinta, Indonesia Raya, Merdeka-Merdeka, Hiduplah Indonesia Raya
*****

DITERBITKAN 16-08-2008

http://wartaputradayak.blogspot.com/

Tidak ada komentar: