Kamis, 05 Februari 2009

The Legend


DITERBITKAN : 05-02-2009

Koes Plus 

Pelopor Musik Pop Indonesia

KOES PLUS adalah grup musik Indonesia yang dibentuk pada tahun 1969 sebagai kelanjutan dari grup Koes Bersaudara. Grup musik yang terkenal pada dasawarsa 1970-an ini sering dianggap sebagai pelopor musik pop dan rock 'n roll di Indonesia. Sampai sekarang, grup musik ini kadang masih tampil di pentas musik membawakan lagu-lagu lama mereka, walaupun hanya tinggal dua anggotanya (Yon dan Murry) yang aktif.
Perjalanan karir
Kelompok ini dibentuk pada tahun 1969, sebagai kelanjutan dari kelompok “Koes Bersaudara”. Koes Bersaudara menjadi pelopor musik pop dan rock 'n roll, bahkan pernah dipenjara karena musiknya yang dianggap mewakili aliran politik kapitalis. Di saat itu sedang garang-garangnya gerakan anti kapitalis di Indonesia.

Era Orde Lama

Pada Kamis 1 Juli 1965, sepasukan tentara dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) menangkap kakak beradik Tony, Yon, dan Yok Koeswoyo dan mengurung mereka di LP Glodok, kemudian Nomo Koeswoyo atas kesadaran sendiri, datang menyusul. Adik Alm Tony Koeswoyo itu rupanya memilih "mangan ora mangan kumpul" ketimbang berpisah dari saudara-saudara tercinta. Adapun kesalahan mereka adalah karena selalu memainkan lagu - lagu The Beatles yang dianggap meracuni jiwa generasi muda saat itu. Sebuah tuduhan tanpa dasar hukum dan cenderung mengada ada, mereka dianggap memainkan musik "ngak ngek ngok" istilah Pemerintahan berkuasa saat itu, musik yg cenderung imperialisme pro barat. Dari penjara justru menghasilkan lagu-lagu yang sampai saat sekarang tetap menggetarkan, "Didalam Bui", "jadikan aku dombamu", "to the so called the guilties", dan "balada kamar 15". 29 September 1965, sehari sebelum meletus G 30 S-PKI, mereka dibebaskan tanpa alasan yang jelas

net/mr's.

http://wartaputradayak.blogspot.com/

Dari Koes Bersaudara menjadi Koes Plus

Dari kelompok Koes Bersaudara ini lahir lagu-lagu yang sangat populer seperti “Bis Sekolah”,“ Di Dalam Bui”, “Telaga Sunyi”, “Laguku Sendiri” dan masih banyak lagi. Satu anggota Koes Bersaudara, Nomo Koeswoyo keluar dan digantikan Murry sebagai drummer. Walaupun penggantian ini awalnya menimbulkan masalah dalam diri salah satu personalnya yakni Yok yang keberatan dengan orang luar. Nama Bersaudara seterusnya diganti dengan Plus, artinya plus orang luar: Murry.
Sebenarnya lagu-lagu Koes Bersaudara lebih bagus dari segi harmonisasi ( seperti lagu “Telaga Sunyi”, “Dewi Rindu” atau “Bis Sekolah”) dibanding lagu-lagu Koes Plus. Saat itu Nomo, selain bermusik juga mempunya pekerjaan sampingan. Sementara Tonny menghendaki totalitas dalam bermusik yang membuat Nomo harus memilih. Akhirnya Koes Bersaudara harus berubah. Kelompok Koes Plus dimotori oleh almarhum Tonny Koeswoyo (anggota tertua dari keluarga Koeswoyo). Koes Plus dan Koes Bersaudara harus dicatat sebagai pelopor musik pop di Indonesia. Sulit dibayangkan sejarah musik pop kita tanpa kehadiran Koes Bersaudara dan Koes Plus.
Tradisi membawakan lagu ciptaan sendiri adalah tradisi yang diciptakan Koes Bersaudara. Kemudian tradisi ini dilanjutkan Koes Plus dengan album serial volume 1, 2 dan seterusnya. Begitu dibentuk, Koes Plus tidak langsung mendapat simpati dari pecinta musik Indonesia. Piringan hitam album pertamanya sempat ditolak beberapa toko kaset. Mereka bahkan mentertawakan lagu “Kelelawar” yang sebenarnya asyik itu.
Kemudian Murry sempat ngambek dan pergi ke Jember sambil membagi-bagikan piringan hitam albumnya secara gratis pada teman-temannya. Dia bekerja di pabrik gula sekalian main band bersama Gombloh lewat group Lemon Trees. Tonny yang kemudian menyusul Murry untuk diajak kembali ke Jakarta. Baru setelah lagu “Kelelawar” diputar di RRI orang lalu mencari-cari album pertama Koes Plus. Beberapa waktu kemudian lewat lagu-lagunya “Derita”, “Kembali ke Jakarta”, “Malam Ini”, “Bunga di Tepi Jalan” hingga lagu “Cinta Buta”, Koes Plus mendominasi musik Indonesia waktu itu.
Pada tahun 1972-1976 udara Indonesia benar-benar dipenuhi oleh lagu-lagu Koes Plus. Baik radio atau orang pesta selalu mengumandangkan lagu Koes Plus. Barangkali tidak ada orang-orang Indonesia yang waktu itu masih berusia remaja yang tidak mengenal Koes Plus. Kapan Koes Plus mengeluarkan album baru selalu ditunggu-tunggu pecinta Koes Plus dan masyarakat umum.

net/mr’s

http://wartaputradayak.blogspot.com/

Kakek dan Cucu di Panggung Koes Plus


Ingat jaman 70-an, waktu kita muda-mudi?," tanya Yon Koeswoyo di atas panggung. Sontak penonton serempak menyahut, "Tapi sayang banyak salah jalan". Hits ini mewarnai kemeriahan panggung nostaligia selama tiga jam lebih di Balai Sarbini, Jakarta, tadi malam.
Konser Tiga Generasi Koes Plus, itulah tajuk pertunjukan kelompok musik legendaris di era 1970-an. 
Meski hanya Yon yang benar-benar Koes Plus asli, penonton tetap antusias menantikan lagu-lagu jaman dulu. Selain Yon, tampak Muri, sang penggebuk drum. Ia cuma menonton di deretan kursi paling depan.
Konser ini juga menampilkan dua generasi brcitarasa Koes Plus. Tampil grup band Junior dan T-Koes yang sebelumnya membuka acara. Junior yang terkenal lewat lagu Koes Plus berjudul Bujangan yang dimainkan ulang membawa Damon, anak almarhun Tony Koeswoyo ikut bermain.
Beberapa lagu lawas dibawakan Yon bersama band pengiringnya. "Kita kasih Manis dan Sayang," ujarnya bersemangat. Tak cuma Manis dan Sayang, masih ingatkah lagu Kolam Susu dan Pelangi yang kembali dinyanyikan. Tak ketinggalan, tembang Bis Sekolah yang ditunggu-tunggu penonton juga dilantunkan. 
Kehadiran Koes Plus memang dinanti pengemarnya yang pernah muda di jamannya. Kursi penonton didominasi mereka yang berusia 30 tahun ke atas. "Koes Plus memang nggak ada matinya," teriak Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Daud, yang malam itu hadir.
Adhyaksa Daud memberi penghargaan kepada Yon Koeswoyo dan Muri, masing-masing sebagai vokalis dan drumer. Sisa personel Koes Plus ini dianggap sukses mempertahankan legenda musiknya hingga ke anak cucu, dengan munculnya Koes Plus Junior dan T-Koes
temp/mr’s
http://wartaputradayak.blogspot.com/

Kata Mereka



 Ir H Khairuddin Anwar MSi
(Wakil Ketua HAKI Kalsel)


“Teringat Konsernya di Lapangan IKIP”

Membicarakan Koes Plus bagi, Wakil Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Kalsel ,Ir H Khairuddin Anwar MSi, benaknya membayang ke Lapangan IKIP Jl Veteran Banjarmasin.
 Saat itu, mantan Kadis Kimprasko Banjarmasin yang masih duduk di bangku SMP lebih kurang 30 tahun silam atau tepatnya tahun 1969 sempat menyaksikan konser salah satu legenda group musik pop Indonesia itu “Wah seru sekali waktu itu, maklum nontonnya gratis, saya datang hanya sarungan dari rumah bersama teman-teman (waktu itu rumahnya di Jl Kuripan, red) “ kenang mantan Kepala Bappeko Banjarmasin ini.
Dikatakan pria yang kini aktif bergerak di bidang usaha entertainment ini., kekuatan Koes Plus selain aransemennya yang kompak, lebih dari itu liriknya langsung menyentuh nurani masyarakat, lugas dan sederhana “Contoh lagu Pelangi, Kolam Susu,Muda-Mudi dll” sebut ahli konstruksi yang mendapat sertifikat dari HAKI Pusat ini
Bahkan saking ngebet dengan Koes Plus, Khairuddin yang juga piawai bermain keyboard ini betah mengulik komputernya mendown load tembang-tembang Koes Plus yang belum dikoleksinya”Saya pinjamkan hasildown load ke teman (Irwan Gonadi, red) yang juga hobi lagu-lagu Koes Plus,wah dia bilang satu malam mendengarkan lagu Kose Plus saja”pungkas Khairuddin yang mengaku memiliki kenangan khusus dengan tembang Kisah Sedih di Hari Minggu.  
mr's

“Mereka Belum Tergantikan”


Drs H Bambang Bhudiyanto,MSi

(Asisten II Ekobang Pemko Banjarmasin)

Bagi Asisten II Ekonomi dan Pembangunan Pemko Banjarmasin Drs H Bambang Bhudiyanto, MSi yang pernah merasakan kejayaan Koes Plus era 70-80 an, menurutnya diantara seluruh group band pop di Indonesia, Koes Plus masih belum tergantikan.
Kelebihan dari Koes Plus terang mantan kadis infokom ini, sejak masih bernama Koes Bersaudara hingga Koes Plus yakni kekompakan,produktivitas dalam mencipta lagu yang dibuktikan dengan album-album mereka yang kadang dengan versi musik lain seperti keroncong misalnya “Mereka lah pelopor musik pop di negeri ini, selain Panber’s , The Rollies, The Mercy’s dll. Pelopor , karena di era 70 an, generasi muda seperti kami sedang ‘terbius’ dengan musik-musik underground yang ditawarkan supergroup dunia seperti Deep Purple,Led Zeppelin dll. “ kenang Bambang Bhudiyanto kepada Barito Post
Diantara hits-hits Koes Plus, Bambang mengakui Lagu Nusantara I s/d IV merupakan tembang yang paling disukainya saat itu. Dengan musik yang sederhana namun lirik yang kuat, Koes Plus mampu membangkitkan semangat kecintaan terhadap tanah air 
Apalagi saat itu generasi muda sedang gandrung membikin genk-genk jalanan untuk sekadar memperlihatkan identitas diri, demikian pula halnya Bambang Bhudiyanto bersama teman-teman SMA nya yang membentuk Genk bernama Tambuno.” Dan saat Koes Plus konser di Banjarmasin di Lapangan Merdeka, kita ramai-ramai nonton, pokoknya seru saat itu , Koes Plus memang is the best”pungkas mantan kadis pendidikan ini
mr’s

“Wajar Mendapat Penghargaan Menpora”


Masudji (Gubib) Luran

(Tokoh Masyarakat Bartim)

Bagi Masudji Luran, salah satu tokoh masyarakat Barito Timur (Bartim) yang bermukim di Banjarmasin, Koes Plus ada type group band yang disukai dari generasi muda era 70 an hingga generasi muda era sekarang “Seperti lirik lagu mereka oh penyanyi tua lagumu sederhana… banyak penggemarnya “ ujar pria yang akrab disapa Gubib Luran ini kepada Barito Post

Menurut putra mantan Ketua DPRD pertama Barito, C Luran ini dari generasinya hingga anak-anaknya, lagu-lagu Koes Plus tidak pernah membosankan. Senandungnya berkesan baik dan bisa menghibur siapa saja dikala suka dan duka, bujangan ataupun keluarga. “Saya yakin kiranyaaset warisan terbaik yang patut dilestarikan di negeri timur ini salah satunya adalah Koes Plus.”paparnyaDia mencontohkan saat Konser 3 Generasi pada 31 Januari 2009 tadi, hal itu menurutnya sangat positif karena jarang sang legenda musik indonesia seperti koes plus menjadi turunan koes plus pembaruan atau junior,”Wajar saja menpora memberikan penghargaan kepada Koes Plus atas kontribusi mereka dalam menanamkan rasa cinta Tanah Air melalui musik.”pungkas pekerja swasta yang mengaku pernah menyaksikan kehebatan Koes Plus sewaktu di Banjarmasin pada tahun 70-an

mr’s

JADUL




Festival Folk Song’74 di Banjar Raya

DEMAM folksong yang melanda Banjarmasin, nampaknya hingga kini belum mereda. Bahkan boleh dibilang menunjukkan grafik menaik. Buktinya ? Beberapa hari setelah Lebaran Idul Fitri yang lalu, 14 grup remaja telah melibatkan dari dalam suatu kesibukan, berantusias lagi mensukseskan festifal.
Penyelenggaraanya di pusatkan di Banjar Raya. Sebab, di sana selain tempat rekreasi, juga paling representatif untuk mengadakan “open show” di siang bolong. Di bawah pepohonan nan rindang, didirikan sebuah panggung terbuka dengan sekedar menyediakan beberapa buah kursi untuk undangan khusus. Penonton lain cukup “berdikari” alias berdiri di atas kaki sendiri saja atau mencari tempat duduk di rerumputan hijau. Relax dan santai!
Animo dan simpati penonton “lumayan” juga banyaknya. Sebab di samping hari itu adalah hari libur atau Minggu, tidak kurang pula artinya masalah bayaran masuk yang cukup murah. Cuma Rp. 100,- rata-rata!
Dewan Yuri Festifal Folksong 1974 ini terdiri dari Drs. LP Lambut, BG Subagio, Bujang Sahari, RA Wahab dan Anang Ardiansyah.
Setiap grup tampil di stage “diwajibkan” membawakan 3 buah lagu berturut-turut, yaitu sebuah lagu wajib, sebuah lagu pilihan dan sebuah lagu bebas!
Akhirnya dalam Festifal ini berhasil keluar sebagai peserta terbaik, masing-masing : ANGEL GROUP dipimpin Yasminda Nora dengan lagunya “Tambangan Balarut”, “Berbende-bende” dan “Melati dari Jayagri”; FEKON UNLAM dipimpin Sallyanty Ariffin dengan lagunya “Anak Pipit”, “O Inane Keke” dan “Rimba Jati”; VERA’S GROUP dipimpin HUSNI AC dengan lagunya “Marista”,”Pinang Muda” dan “Melati dari Jayagiri”. Kemudian disusul oleh group BANJAR REMAJA dipimpin Titiek Subardjo dengan lagunya “Marista”, “Jali-jali” dan “Rentak 106”; CANTA’S GROUP dengan lagunya “Tambangan Balarut”, “O Ulate” dan “Teratai Putih”; KUDA JINGGA dipimpin Adjim Arijadi dengan lagunya “Anak Pipit”, “Suara Gendang Bertalu” dan “Mengapa”. Sedangkan yang terakhir atau juru kunci adalah group BHAYANGKARA dipimpin Didiek Suwardi dengan lagunya “Marista” “Turi-turi Putih” dan “Teratai Putih”.
Para penonton selain menyaksikan Festifal, juga dapat melihat tari-tarian anak Hippindo, mendengarkan alunan suara Juara I BR/TVRI 1974, lawak dan demonstrasi musik grup band Bhayangkara II ex Kalteng.
Hanya sangat disesalkan dan disayangkan sekali, waktu mulainya terlalu mulur. Seyogyanya dimulai jam 09.00 tahu-tahu ngulur ke jam 11.30 baru bisa star. Sound-system-nya juga kurang beres! Sering macet dan “nging-nging”.
Betapa mendongkolnya perasaan penonton kala itu, jelas dapat dilihat pada raut mukanya yang telah berpayah-payah menunggu hingga jam 16.00 lewat.
Memang dibandingkan dengan sukses yang telah dicapai Panitia, dapat menghimpun grup-grup remaja dalam Festival ini, maka segala kekurangan dan ketidak beresan tersebut di atas dapat saja dimaafkan.
Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua

Sumber : Majalah Junior Edisi 35 Tahun 1974


Harian Barito Post menerima sumbangan tulisan dari pembaca yang mungkin memiliki cerita-cerita unik atau nostalgia mereka di jaman dulu (jadul) plus foto-foto nostalgia, yang akan kami tampilkan. Maksud kami tak lain tentu saja melalui rubrik ini pembaca kami (siapa tahu) bisa kembali menjalin silaturrahmi dengan teman-teman di masa dulu. Silahkan dikirim via e-mail : baritopost@yahoo.com

Rhoma “Satria Bergitar” Irama


DITERBITKAN : 29-01-2009

RADEN  Oma Irama atau biasa dipanggil Rhoma Irama (lahir di Tasikmalaya, 11 Desember 1946; umur 62 tahun) adalah musisi dangdut dari Indonesia yang berjulukan "Raja Dangdut".

Sekilas

Pada tahun tujuh puluhan, Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama Soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya.
Berdasarkan data penjualan kaset, dan jumlah penonton film- film yang dibintanginya, penggemar Rhoma tidak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan 1984. "Tak ada jenis kesenian mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas", tulis majalah TEMPO, 30 Juni 1984. Sementara itu, Rhoma sendiri bilang, "Saya takut publikasi. Ternyata, saya sudah terseret jauh."
Rhoma Irama terhitung sebagai salah satu penghibur yang paling sukses dalam mengumpulkan massa. Rhoma Irama bukan hanya tampil di dalam negeri tapi ia juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura, dan Brunei dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia. Sering dalam konser Rhoma Irama, penonton jatuh pingsan akibat berdesakan. Orang menyebut musik Rhoma adalah musik dangdut, sementara ia sendiri lebih suka bila musiknya disebut sebagai irama Melayu.
Pada 13 Oktober 1973, Rhoma mencanangkan semboyan "Voice of Moslem" (Suara Muslim) yang bertujuan menjadi agen pembaharu musik Melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Menurut Achmad Albar, penyanyi rock Indonesia, "Rhoma pionir. Pintar mengawinkan orkes Melayu dengan rock". Tetapi jika kita amati ternyata bukan hanya rock yang dipadu oleh Rhoma Irama tetapi musik pop, India, dan orkestra juga. inilah yang menyebabkan setiap lagu Rhoma memiiki cita rasa yang berbeda.
Bagi para penyanyi dangdut lagu Rhoma mewakili semua suasana ada nuansa agama, cinta remaja, cinta kepada orang tua, kepada bangsa, kritik sosial, dan lain-lain. "Mustahil mengadakan panggung dangdut tanpa menampilkan lagu Bang Rhoma, karena semua menyukai lagu Rhoma," begitu tanggapan beberapa penyanyi dangdut dalam suatu acara TV.
Rhoma juga sukses di dunia film, setidaknya secara komersial. Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma selalu laku. Bahkan sebelum sebuah film selesai diproses, orang sudah membelinya. Satria Bergitar, misalnya. Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Tetapi, "Rhoma tidak pernah makan dari uang film. Ia hidup dari uang kaset," kata Benny Muharam, kakak Rhoma, yang jadi produser PT Rhoma Film. Hasil film disumbangkan untuk, antara lain, masjid, yatim piatu, kegiatan remaja, dan perbaikan kampung.
Ia juga terlibat dalam dunia politik. Di masa awal Orde Baru, ia sempat menjadi maskot penting PPP, setelah terus dimusuhi oleh Pemerintah Orde baru karena menolak untuk bergabung dengan Golkar. Rhoma Sempat tidak aktif berpolitik untuk beberapa waktu, sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili utusan Golongan yakni mewakili seniman dan artis pada tahun 1993. Pada pemilu 2004 Rhoma Irama tampil pula di panggung kampanye PKS.
Rhoma Irama sempat kuliah di Universitas 17 Agustus Jakarta, tetapi tidak menyelesaikannya. "Ternyata belajar di luar lebih asyik dan menantang," katanya suatu saat. Ia sendiri mengatakan bahwa ia banyak menjadi rujukan penelitian ada kurang lebih 7 skripsi tentang musiknya telah dihasilkan. Selain itu, peneliti asing juga kerap menjadikannya sebagai objek penelitian seperti William H. Frederick, doktor sosiologi Universitas Ohio, AS yang meneliti tentang kekuatan popularitas serta pengaruh Rhoma Irama pada masyarakat.
Pada bulan Februari 2005, dia memperoleh gelar doktor honoris causa dari American University of Hawaii dalam bidang dangdut, namun gelar tersebut dipertanyakan banyak pihak karena universitas ini diketahui tidak mempunyai murid sama sekali di Amerika Serikat sendiri, dan hanya mengeluarkan gelar kepada warga non-AS di luar negeri. Selain itu, universitas ini tidak diakreditasikan oleh pemerintah negara bagian Hawaii.
Sebagai musisi, pencipta lagu, dan bintang layar lebar, Rhoma selama karirnya, seperti yang diungkapkan, telah menciptakan 685 buah lagu dan bermain di lebih 10 film.
Pada tanggal 11 Desember 2007, Rhoma merayakan ulang tahunnya yang ke 61 yang juga merupakan perayaan ultah pertama kali sejak dari orok, sekaligus pertanda peluncuran website pribadinya, rajadangdut.com

Pandangan Agama

Rhoma Irama dikenal sebagai seorang pendakwah dan pengkhotbah muslim dan ketua umum Forum Umat Islam (FUI), sebuah organisasi keagamaan yang tidak berpihak kepada partai manapun.
Kesuksesannya di dunia musik dan dunia seni peran membuat Rhoma sempat mendirikan perusahaan film Rhoma Irama Film Production yang berhasil memproduksi film, di antaranya Perjuangan dan Doa (1980) serta Cinta Kembar (1984).
Kini, Rhoma yang biasa dipanggil Bang Haji ini, banyak mengisi waktunya dengan berdakwah baik lewat musik maupun ceramah-ceramah di televisi hingga ke penjuru nusantara. Dengan semangat dan gaya khasnya, Rhoma yang menjadikan grup Soneta sebagai Sound of Moslem terus giat meluaskan syiar agama.
Sebagian besar lagu Rhoma Irama bernafaskan Islam dan semangat humanisme, hal ini didasarkan dari latar belakang Rhoma sendiri yang sangat giat belajar agama.


Keluarga
Rhoma menikahi Veronica pada 1972, seorang wanita Nasrani yang menjadi muslim setelah dinikahinya, yang kemudian memberinya tiga orang anak, Debby (31), Fikri (27), dan Romy (26). Rhoma akhirnya bercerai dengan Veronica bulan Mei 1985.
Sebelum bercerai, sekitar setahun sebelumnya, Rhoma menikahi Ricca Rachim, juga seorang wanita Nasrani yang kemudian menjadi muslim setelah dinikahinya — lawan mainnya dalam beberapa film seperti Melodi Cinta, Badai di Awal Bahagia, Camellia, Cinta Segitiga, Pengabdian, Pengorbanan, dan Satria Bergitar. Hingga sekarang, Ricca tetap mendampingi Rhoma sebagai istri.
Pada tanggal 2 Agustus 2005, Rhoma mengumumkan telah menikahi artis sinetron Angel Lelga secara siri pada 6 Maret 2003, namun hari itu juga ia menceraikannya.
Veronica sempat menikah kembali (1991) kemudian sang suami yang seorang pejabat meninggal, Veronica sendiri meninggal di tahun 2005 dengan mengalami berbagai penyakit, anak-anaknya mengakui pada pers selama Veronica sakit Rhoma Irama lah yang menanggung semua biaya perawatan hingga ke Singapura mengingat Veronica bukan lagi artis yang produktif dan telah menjadi janda karena suaminya telah meninggal. Keluarga mencatat bahwa Rhoma tetap berperan dalam keluarga tersebut.
Pada saat Rhoma Irama digerbek oleh wartawan di Apartemen bersama Angel Lelga sebenarnya keduanya telah menikah secara siri, otak dibalik pengebrakan tersebut adalah Yati Octavia dan suaminya Pangky Suwito yang juga tinggal di Apartemen Semanggi dan turut hadir bersama wartawan pada saat pengebrekan. 
net/mr’s

Biodata
Lahir 11 Desember 1946 (umur 62)
Asal Tasikmalaya, Indonesia
Genre Dangdut
Pekerjaan Penyanyi, Aktor
Situsweb http://www.rajadangdut.com



Diskografi
(belum lengkap)


Ke Bina Ria (1974)
Joget (1975)
Penasaran (1976)
Hak Asasi (1977)
Gitar Tua Oma Irama (1977)
Berkelana (1978)
Rupiah (1978)
Begadang (1978)

Filmografi
Oma Irama Penasaran (1976)
Gitar Tua Oma Irama (1977)
Darah Muda (1977)
Rhoma Irama Berkelana I (1978)
Rhoma Irama Berkelana II (1978)
Begadang (1978)
Raja Dangdut (1978)
Cinta Segitiga (1979)
Camelia (1979)
Perjuangan dan Doa (1980)
Melody Cinta Rhoma Irama (1980)
Badai Diawal Bahagia (1981)
Satria Bergitar (1984)
Cinta Kembar (1984)
Pengabdian (1985)
Kemilau Cinta di Langit Jingga (1985)
Menggapai Matahari I (1986)
Menggapai Matahari II (1986)
Nada-Nada Rindu (1987)
Bunga Desa (1988)
Jaka Swara (1990)
Nada dan Dakwah (1991)
Tabir Biru (1994)

KATA MEREKA

    “Nonton Konsernya di Tahun 1977”

Bagi Lurah Mawar Kecamatan Banjarmasin Tengah, H Yusida, Rhoma Irama bersama OM Soneta merupakan kenangan tersendiri, di masa mudanya “Saya pernah nonton konser H. Rhoma Irama (Soneta Group) di Kalimantan Selatan tepatnya di Kota Banjarmasin dan pada waktu itu saya nonton bersama teman-teman pada tahun 1977, konser pun berjalan dengan lancar-lancar saja”kenangnya.

Lurah yang dikenal ramah ini mengaku salut pada OM Soneta Group baik manajemen dan personilnya yang dibentuk sejak tahun 1973 termasuk personil-personilnya yang tidak pernah berubah sampai sekarang 

H Yusida

(Lurah Mawar)

Entah bagaimana Bang Haji (sapaan akrab Rhoma Irama) mengelola manajemen Soneta Group yang sampai sekarang masih tetap eksis . Saya sangat salut dengan manajemen mereka yang sampai sekarang masih tetap berjalan.“Lagu-lagu yang diciptakannya bila kita bersama-sama meresapi selalu seirama dengan keadaan yang ada sekarang ini. Misalnya saja kita diajak harus bisa menjalin tali persaudaraan dengan adanya lagu-lagu Nada dan Dakwah “ terangnya kepada Barito Post. 

Dia menambahkan, lagu yang diciptakannya pun selalu mengandung arti dan makna yang tersendiri. Banyak lagu-lagu yang didendangkannya menuju kearah masalah cinta sampai akibat memakai narkoba, narkotika, miras (minuman keras), main perempuan dan masih banyak yang lainnya. Misalnya beberapa lagu yang dinyanyikannya seperti “Jagalah sehatmu sebelum sakitmu datang”ucap H Yusida seraya bernyanyi kecil.
“Yang jelas nada-nada yang diciptakannya menghimbau pada masyarakat / rakyat Indonesia untuk menghindari atau tidak untuk memakai jenis-jenis narkkoba, narkotika, miras, dan yang lain-lainnya “hal-hal yang dilarang oleh agama dan negara”.”pungkasnya
mr’s

“Mengangkat Citra Musik Dangdut”


Murhan  
(Pekerja Media)


Bagi Murhan, salah satu penggemar , selain memang penyanyi idolanya sejak kecil bersama OM Sonetanya , Bang Rhoma baginya ‘pahlawan’ bagi musik dangdut. 
“ Karena Bang Haji citra musik dangdut yang dulu sering disebut musik ‘kampungan’ ,musik kelas bawah , kini naik ke kalangan atas . Dangdut kini sudah masuk ke hotel-hotel kelas berbintang hingga café-café “ ungkap pekerja media ini
 Meskipun masih malu-malu kucing, ungkap Murhan, penggemar dangdut dari kalangan atas terus meningkat . 
Tak hanya itu musik dangdut juga sambungnya Go Internasional setelah Rhoma Irama bersama grup Soneta-nya bertolak ke Amerika untuk tampil di Pittsburg University, Washington DC, dan Ohio. 
Tak hanya menyanyi, beliau kan waktu itu menjadi salah satu pembicara dalam Konfrensi Kebudayaan Islam Internasional.
“Ini sangat membanggakan. suatu hal yang luar biasa bagi dunia dangdut, khususnya Soneta. Ini hal yang langka bisa membuat dangdut go international,” 
“Diantara hits-hits Rhoma Irama selain Begadang, Darah Muda, Terajana dll bagi saya yang paling saya sukai lagu berjudul Zulfikar, yang merupakan sound track dari film Bang Haji juga, itu sewaktu saya kecil nonton filmnya”kenang warga Tatah Pemangkih, Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar inimr’s

“Tema Dakwah yang Disampaikan tak Menggurui”


Erwin “Sanada”

(Staf Wakil Walikota Banjarmasin)


Naiknya citra dangdut tak cuma dari segi lirik dan dinamika musiknya, tapi juga para penyanyinya . Dan itu siapa lagi kalau bukan Bang H Rhoma Irama bersama OM Sonetanya. Demikian diungkapkan, Erwin”Sanada” salah satu penggemar Rhoma Irama  
Menurut Staf Wakil Walikota Banjarmasin ini, tema-tema sosial dan lingkungan hidup, tema-tema dakwah Islam, digarap dan disampaikan Rhoma Irama dengan pesan yang enak, sederhana dan tidak menggurui”. Musik Rhoma adalah musik yang penggemarnya terbesar di Indonesia, hingga saat ini
Beliau tak hanya sukses bersama grup musiknya, tapi juga film-filmnya yang selalu dinanti-nantikan penggemarnya , seperti,Bunga Desa, Satria Bergitar, Nada dan Dakwah dll.”sebutnya 
Erwin mengatakan, film-filmnya Rhoma tidak salah jika dikatakan sebagai film musik bernapas Islam yang pertama di dunia. Terutama Perjuangan dan Doa, yang mengisahkan perjalanan Rhoma dan Orkes Melayu Sonetanya ke berbagai daerah sambil berdakwah. Tujuh lagu yang dalam film ini semakin meyakinkan Rhoma bahwa dengan dangdut, dia juga bisa menjalankan misi agama.
mr’s

“Anak Kedua Dinamai Soneta”


Arul “Koran”
(PKL Majalah dan Koran Bekas)

Arul “Koran” seorang Pedagang Kaki Lima (PKL) majalah dan koran bekas di Perempatan Jalan Pangeran Antasari –Kolonel Sugiono boleh dibilang penggemar berat Rhoma Irama bersama OM Soneta Group nya.
 Bagaimana tidak saking “tergila-gilanya” dengan sosok Bang Haji, Arul”Koran” bahkan menamainya anak keduanya dengan nama Soneta, senada dengan nama OM Soneta Group nya Rhoma Irama. “Kini usia anak saya sudah berusia 15 tahun, sayangnya waktu konser Rhoma Irama di Siring Laut (Kotabaru) pada tutup tahun 2007 lalu dia tak ikut nonton, namun saya sudah memperlihatkan foto anak saya itu ke Bang Haji” ucap Arul yang waktu itu rela tak membuka dagangannya agar bisa menyaksikan kehebatan aksi panggung sang idola meski harus menempuh ratusan kilo ke Kota Baru dari Kota Banjarmasin.”Semua lagu-lagu Bang Rhoma termasuk film-filmnya selalu sukses , beliau disukai tua muda hingga kini”tambah Ketua RT ini dengan semangat
Arul bahkan dengan tegas mengatakan, OM Soneta Group pimpinan Rhoma Irama merupakan grup musik paling abadi di dunia”Abadi lagunya hingga personilnya tak pernah ganti-ganti bahkan menambah personil baru, ini yang mengagumkan “ pungkas pria yang sangat menggemari lagu Darah Muda ini 
mr’s