Kamis, 24 Juli 2008

Jangan Salahkan Smack Down

TAYANGAN Smack Down (gulat gaya bebas) ala Amerika yang menampilkan superstar bertubuh kekar seperti Batisata, Triple H, Sawn Michael, Hulk Hogans dan Boker T, di salah satu televisi swasta memang menarik minat anak-anak. Tidak hanya penampilan bak super hero saja, namun anak-anak terutama untuk usia sekolah dasar, juga menyenangi gaya berkelahinya. Apalagi sudah mempertemukan super star raw melawan super star Smack Down. Merekapun kemudian meniru aksi ini di antara sesamanya. Inilah dampak luar biasa terhadap perkembangan mental anak-anak. Tak jarang perilaku anak menjadi berubah total setelah menonton acara tersebut. Dan kasus meninggalnya bocah asal Cangkuang, Kabupaten Bandung, Reza Ikhan Fadila (9), yang di-smack down tiga orang temannya, hingga akhirnya tewas serta yang terbaru terjadi di halaman sekolah di Jawa Tengah atau anak seorang anggota DPRD Balikpapan baru-baru tadi menjadi bukti dari pengaruh itu.
Pro dan kontrapun langsung terjadi dikalangan masyarakat, mulai dari anggota DPR hingga mentri langsung meminta stasiun TV swasta yang menayangkan acara itu untuk dihentikan sementara, dan permintaan itupun diamini.
Lantas apakah selesai? Bisakah kita menjamin tak akan ada lagi korban baru setelah tayangan itu dihentikan? Ataukah nanti akan muncul super hero baru yang lebih dahsyat yang akan menggantikan smack down? Tadi malam ketika singgah di kios koran/majalah, di Simpang Hasanuddin, saya sempat berbincang-bincang dengan salah seorang pemilik kios itu mengenai smack down . Ternyata sebelumnya,sepupunya yang masih anak-anak yang terpengaruh, film super hero Panji Millenium, juga mengalami patah tulang”Artinya kata ibu saya, memang orangnya juga, bukan karena tayangannya nya saja yang harus disalahkan” ujar pemilik kios koran itu.. Pertanyaan lain, apakah sepeda motor harus dilarang bagi remaja menggunakannya meski segi usia mereka sudah layak,mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) agar dia tak meniru-niru “kehandalan’ Valentino Rossi, pembalap GP Moto 1 yang sering ditayangkan secara live oleh stasiun TV swasta. ? Ahli komunikasi massa umumnya sepakat kehadiran televisi di tengah-tengah keluarga pada saat ini sudah menyerupai ‘agama’ baru. Anak-anak dan remaja sering dikeluhkan lebih ‘patuh’ kepada nilai-nilai yang dibawa oleh berbagai program televisi daripada ajaran norma yang disampaikan oleh orangtua. Sifat anak-anak dan remaja yang suka mencontoh dan mencoba-coba, ditambah rendahnya kualitas tayangan serta tingginya frekuensi menonton, mengakibatkan kuatnya efek peniruan (imitation) pada adegan-adegan di televisi. Pro-kontra tentang pengaruh televisi dalam menularkan ‘virus’ kekerasan pada anak-anak memang nyaris abadi. Bahkan penelitian-penelitian ilmiah sekali pun, tak ada yang mampu mengukur secara pasti bagaimana proses pengaruh itu terjadi dan seberapa besar porsi televisi menjadi sumber pengaruh.
Sebetulnya masyarakat tak perlu ikut bingung terseret pro-kotra yang berlarut-larut semacam itu. Dalam konsumsi tayangan televisi, orangtua harus mengambil posisi aktif untuk memegang kendali. Misalnya, aktif mendampingi anak-anak di depan televisi, memilah acara apa yang boleh mereka tonton dan tidak, hingga menentukan batas waktu anak boleh menonton televisi. Kalau saja semua orangtua melakukan hal ini, kita tak perlu lagi terjebak pada tuduh-menuduh seputar pengaruh buruk televisi.*


DITERBITKAN 04-12-2007

http://wartaputradayak.blogspot.com/

Tidak ada komentar: